Kamis, 15 Mei 2008

Kesucian Politik: Melawan Politik Amnesia dengan Politik Anamnesis




Mutiara Andalas sudah selesai menulis bukunya. Judulnya: Kesucian Politik: Agama dan Politik di Tengah Krisis Kemanusiaan, dengan diberi kata pengantar oleh Christianto Wibisono.

Buku yang diterbitkan dalam rangka mengenang Tragedi Kemanusiaan 1998 ini berangkat dari 1 gagasan: kita cenderung melupakan tragedi atau menyebut tragedi dengan sebutan lain atau melihatnya dari sudut mereka yang tidak menjadi “korban tragedi” tersebut.

Mutiara Andalas tidak sepakat di sini. Ia membuat semacam politik anamnesis, yaitu upaya melawan politik amnesia terhadap korban. Ia mencoba mengangkat tragedi kemanusiaan Mei 1998, Tragedi Semanggi I dan II dan tragedi lainnya dari kaca mata korban. Biarkan korban yang berbicara dan biarkan para aktivis, para pendamping dan teolog berbicara dari sisi korban.

Pengalaman dan keberpihakan Mutiara Andalas dalam mendampingi para korban tragedi kemanusiaan 1998 (Tragedi Mei 1998-Semanggi I-Semanggi II) membuatnya menulis:


Kisah korban dan keluarga korban sering membuat saya tak
kuasa meneteskan air mata. Kisah hidup mereka menjadi sangat dekat di pelupuk
mata saya.

Ia yang meneteskan air matanya kemudian merefleksikan semuanya – terutama dari kaca mata iman. Dan pada gilirannya, ia mengundang pembaca untuk mendekati tragedi kemanusiaan dari perspektif iman kita masing-masing. Jadi, di dalamnya, kita akan berjumpa dengan praksis iman dari individu atau komunitas beriman dari berbagai tradisi, terutama kristiani (Para ibu Plaza de Mayo, Rigoberta Menchu, Aung San Suu Kyi, Elie Wiesel, Hannah Arendt, Jon Sobrino, dan para korban tragedi kemanusiaan 1998 di Indonesia) dalam berhadapan dengan isu kemanusiaan, seperti diskriminasi rasial, perkosaan massal, kekerasan militer, dan rezim kriminal.

Dengan begitu, Mutiara Andalas merangkum pengalaman, perasaan, pemikiran dan kesaksian mereka semua sehingga terbentuk suatu pemahaman atau visi-misi yang baru dalam memandang fakta/isu kemanusiaan tersebut. Itulah yang disebutnya sebagai politik anamnesis (yaitu suatu politik yang lahir dari sikap iman yang memihak dan mengenang para korban kemanusiaan).

Akhirnya, tujuan utama buku ini seperti dituturkan olehnya:


Buku ini mengundang kita sebagai pembaca untuk mengingat korban dan keluarga korban dari ancaman pelupaan sosial... Saya juga mengundang pembaca untuk menjadi pribadi-pribadi yang solider dengan paguyuban keluarga korban dalam melawan rezim kejahatan terhadap kemanusiaan. Kisah korban masa lalu akan menghilang jika kita tidak mengingatnya bersama keluarga korban sekarang.



4 komentar:

Steve Gaspersz mengatakan...

Wah, blognya muantep bung... inspiratif dan provokatif. Tapi jangan lupa dong link juga blogku http://kabaressi.blogspot.com di sini.

Mata Dunia mengatakan...

Thanks sudah mampir berkunjung.
Coba kumasukkan alamat blogmu itu.
BTW, gimana dgn alamat yg diwordpress?

Steve Gaspersz mengatakan...

aku bikin dua bung. Yah, daripada nganggur pikiran melayang2 gak karuan mending abis baca buku buat resensinya di katabuku; kalo lagi mood ya nulis di kabaressi. Sambil ngeliat fasilitas di wordpress dan blogspot. Thanks ya udah nge-link.

Mata Dunia mengatakan...

Oh dua blog. Rajin amat. :)
Oke sama2 atas urusan per-link-an ini.
Salam