Selasa, 18 Maret 2008

Mengapa Partai Demokrat di Amerika Dibenci Katolik “Saleh”?


Apa komentar Anda tentang gambar di atas? Tahukah Anda siapa “Mrs. Clinton” yang dimaksud dalam tulisan yang tertera pada potongan kardus di atas? Juga “St. Patrick” dan “Pro-Life”?

Itu adalah gambar yang mendemonstrasikan mengenai suatu pertempuran ide-ide. Anak di pembawa potongan kardus di atas juga menjadi bagian dari pertempuran ini. Ia dilatih oleh si orang tua – sejak masih usia dini – untuk memperjuangkan nilai-nilai yang dianggap oleh orang tuanya sebagai nilai-nilai yang benar: Pro-Life. Pro-Life adalah sikap yang dianut oleh mereka yang menentang aborsi dan juga hak melaksanakan aborsi. Mereka yang menganut posisi tersebut berkewajiban untuk mengkampanyekan keyakinan ini, menentang kelompok oposisi mereka: Pro-Choice atau kelompok pro-aborsi, yaitu kelompok yang mendukung kebebasan atau hak asasi bagi siapa saja yang memang ingin melakukan aborsi.

Itu adalah “pertempuran klasik” di tempat-tempat lain di seluruh dunia – bukan hanya Amerika. Foto di atas diambil dalam suatu parade St. Patrick di Pittsburgh pada 17 Maret 2008 yang lalu (http://www.lifesitenews.com/ldn/2008/mar/08031709.html). Jelaslah, kelompok Pro-Life di atas juga “bertempur” secara riil di lapangan: yaitu melawan Mrs. Clinton – yaitu Hilary Clinton – yang hadir pada acara tersebut. Kelompok Pro-Life menentang kehadiran Clinton dengan 2 alasan: St. Patrick – yang menjadi alasan adanya parade ini karena hari itu adalah hari peringatas atas orang kudus ini – dianggap sebagai seorang yang Pro-Life alias anti-aborsi. Lalu, apa kaitannya dengan Hilary Clinton? Ini terkait dengan alasan kedua: Hilary Clinton – sama seperti orang dari partai demokrat lainnya – adalah seoarng pro-choice alias pro-aborsi.

Kelompok pendemo di acara tersebut melihat kehadiran Nyonya Clinton sebagai hal yang kontradiksi: seorang pro-aborsi hadir dan ikut serta dalam parade peringatan seorang santo yang anti-aborsi!

Jelaslah, para pendemo dapat dipastikan berasal dari kelompok “Katolik yang saleh” alias orang-orang Katolik yang – jika tidak dapat dikatakan “tradisionalis” – adalah orang-orang yang konsisten dengan ajaran Katolik selama berabad-abad (at least, begitulah mereka menilai diri mereka sendiri). Mereka ditandai dengan sikap yang non-kompromistis dengan nilai-nilai modern dan liberal. Saya tidak akan masuk ke dalam diskusi apakah kelompok ini benar atau tidak dari sudut pandang Katolik (ini topik yang menarik – tapi lain kali saja ah…)

Hal yang menarik adalah: mengapa orang-orang Katolik itu membenci para demokrat yang biasanya liberal mengenai isu-isu moral? (Saya tahu persis, orang-orang Katolik itu tidak membenci pribadi-pribadi, tetapi membenci pandangan/posisi yang dianut oleh para politisi demokrat yang liberal tersebut).

Kadang, saya merasa ada keanehan – sebenarnya tidak aneh juga. Jumlah anggota kongres dan senator yang beragama atau mengaku Katolik sebenarnya cukup banyak, bahkan yang paling banyak ketimbang mereka yang mengaku berasal dari denominasi lain. Hampir di setiap aras politik di Amerika Serikat ada setidaknya 1-2 orang Katolik.

Keanehan lain – atau tepatnya sebagai “penambah seru” dari keanehan di atas – adalah bahwa walaupun orang Katolik “saleh” di Amerika sangat fanatik terhadap imannya, namun mereka tidak ragu-ragu untuk memberikan dukungan pada calon-calon dari Partai Republik yang kebanyakan beragama non-Katolik (mereka kebanyakan berasal denominasi Baptis, Methodis, atau Injili). Jadi, dari sekian banyak politisi Katolik, orang Katolik jarang mau memilih di antara orang Katolik sendiri, entah sebagai anggota legislatif, senator atau presiden. Rupanya, orang Katolik di sana juga tidak mempercayai sesama Katolik jika menyangkut urusan moral – apalagi moral publik.

Ini sebenarnya dapat disoroti dari sudut pandang teori sosial tertentu – yaitu pergeseran kelas sosial orang Katolik dalam 1 abad terakhir di Amerika – dan berbagai analisis politik lainnya (tapi sekali lagi, saya tidak mau omong tentang topik ini sekarang).

Ternyata, kesamaan platform dan visi-misi terkait bagaimana dunia ini dapat dikelola, telah membawa orang-orang yang berbeda denominasi untuk bersatu dan saling mendukung. Orang-orang Katolik “saleh” dan kaum Kristen fundamentalis di Amerika ternyata satu dan sama dalam isu-isu seperti, aborsi, homoseksualitas, dan sebagainya (ada beberapa pokok di mana mereka berbeda pendapat – tetapi itu tampaknya sering diabaikan oleh kedua kubu).

Menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2008 ini, orang-orang Katolik “saleh” lebih mendukung calon-calon dari partai republik ketimbang calon-calon dari partai Demokrat seperti Hilary Clinton dan Barrack Obama. Calon-calon dari Republik seperti John McCain dan Fred Thompson dianggap “moderat” dan “layak” oleh banyak orang Katolik “saleh” di Amerika.

Saya masih ingat ketika John F. Kerry (demokrat) maju melawan George W. Bush (republik) pada tahun 2000, orang-orang Katolik “saleh” berkampanye untuk tidak memilih Kerry – walaupun Kerry adalah seorang Katolik. Mereka mencatat reputasi Kerry yang buruk sebagai seorang Katolik – proaborsi dan sebagainya. Mereka pun sama tidak bangganya dengan satu-satunya presiden Katolik di Amerika sampai saat ini: John F. Kennedy. Bagi mereka, kedua JFK (Kerry dan Kennedy memiliki inisial huruf yang sama) tidak memberikan contoh yang baik tentang bagaimana seorang Katolik menjadi politisi dan negarawan.

Dalam wacana demokrasi, semuanya sah-sah saja. Sama seperti Hilary Clinton yang tertawa melihat tulisan yang dibawa seorang bocah yang ikut berdemonstrasi menentangnya dalam parade St. Patrick di atas, begitu juga orang lain yang anti-demokrat atau anti-Hilary atau anti-Obama harus menerima jika ternyata Hilary atau Obamalah yang akhirnya memenangkan kursi kepresidenan Amerika Serikat tahun ini.

Itulah harga yang harus dibayar oleh semua orang yang menerima sistem demokrasi. Demokrasi bukanlah tujuan; ia sekadar alat atau sarana. Saya mengartikannya lebih jauh: demokrasi adalah wahana pembelajaran bagi kita untuk menerima sesuatu yang sebenarnya tidak ingin kita terima.

Tidak ada komentar: